Dalam salah satu wasiatnya, Imam Ali Bin Abi Thalib menyampaikan; “Didiklah anakmu, sebab ia akan hidup dizaman yang tidak serupa dengan zamanmu“. Karena itu, Dayah di Aceh, dengan tetap mempertahankan subtansi keilimuan islam seperti mempelajari kitab turats, layaknya juga terus berinovasi merespon perkembangan abad modern, agar tidak ditinggalkan oleh masyrakat hari ini. Perlu merumuskan kurikulum dayah yang integratif agar masyarakat Aceh tidak bimbang saat ingin memasukan anak ke dayah.
Dilema saat ini, pihak orangtua terkadang bimbang memasukan anaknya ke dayah tradisinoal, karena nantinya hanya bisa menguasai ilmu keagamaan. Di sisi lain, mereka juga khawatir anaknya tidak punya kecapakan ilmu yang mampu menjawab permasalahan zaman saat ini. Ketika memasukan ke sekolah umum yang mempelajari ilmu seperti matematika, biologi, kimia, sosiologi, ekonomi, akuntansi dan ilmu kejuruan lainnya, anak-anak di saat yang sama malah sangat riskan di bidang Ilmu agama, hingga terjadinya krisis moral.
Memasuki abad 20, sudah mulai muncul kreativitas dayah terpadu dan dayah modern, dalam berupaya mengatasi permasalahan diatas. Namun demikian, masih ada kesenjangan, dimana ilmu umum di atas masih dipelajari munqati’, atau belum mampu dihubungkan dengan ajaran Islam, bukan dilihat dari perspektif Islam. Maksudnya ilmu umum sudah dipelajari namun tidak dikaitkan dengan keislaman, akibatnya mindset pelajar atau santri tidak mampu mengaitkan ilmunya dengan keislaman, sekuleritas keilmuan.
Pendidikan di era postmodernisme, ”islamisasi ilmu pengetahun” tidak lagi digunakan namun saat ini gerakan intelektual umat Islam melangkah lebih jauh dari reaktif menjadi proaktif. “Pengilmuan Islam“adalah proses, “Paradigma Islam” adalah hasil, sedangkan “Islam sebagai ilmu” adalah proses sekalian hasil (Kuntowijyo). Integrasi dengan potensi local wisdom Ke-Aceh-an, selain dayah diintegrasikan dengan ilmu modern, di saat yang sama juga dihubungkan dengan potensi daerah sekitar dayah, seperti dayah bahari. Wacana pesentren/dayah bahari tersebut pertama sekali digagas oleh Kementerian Agama dan Kemenko PMK (Serambi Indonesia, 7/4/15)
Pasal 218 ayat 1 UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh UUPA menjelaskan bahwa Aceh memliki wewenang di bidang merencanakan pendidikan sendiri termasuk merumuskan kurikulum pendidikan (opini Serambi Indonesia 19/02/2014).
Melihat potensi yang dimiliki oleh Dayah Manyang Puskiyai Aceh, dengan lokasi di yang berada di antara pegunungan dan laut serta sangat dekat dengan sungai Krung Baru, bukan hanya dayah bahari saja yang dapat dikembangkan, bahkan juga disuguhi pelajaran ilmu bertani, sebagai orientasi mengintegrasikannya dengan potensi local wisdom Aceh, sesusai tujuan pendidikan nasional. dan Dayah Manyang Puskiyai Aceh sudah mulai menerapkan hal tersebut.
Selain dayah diharapkan dapat mencetak pribadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan YME, Dayah Manyang Puskiyai Aceh juga berusaha untuk membentuk para santrinya agar memiliki skill untuk mampu menjawab kebutuhan lingkungan sosial yang terintegrasi dengan Budaya Daerah Dayah. Diharapkan juga mampu menjadi internalisasi pelestarian kebudayaan Aceh, dengan tetap melestarikan budaya Seperti meudikee, meurukoen, dan dalail khairat, disamping juga perlu disuguhi pelajaran pemahaman kebudayaan Aceh, seperti pelajaran bahasa aceh, sejarah Islam Aceh, ritual uroe meugang, peutroen ie, tuha peut gampong, kesenian tarian dan ritual kebudayaan lainya, yang tak bertentangan dengan ajaran Islam.
Dayah Manyang Puskiyai Aceh terus berusaha mengintegrasikan Dayah dengan budaya daerah bertujuan untuk mempertahankan kebudayaan Aceh agar tetap eksis di mata peradaban dunia. Jangan sampai Aceh seperti bangsa Kurdi yang kini tinggal nama, dahulunya pernah besar dan menjadi pusat peradaban Islam dunia, namun tidak pernah disebut-sebut lagi saat ini. Kurdi kehilangan identitas, sebab tak mau lestarikan budaya bangsanya. Dayah di Aceh dicatat oleh orientalis dunia asal belanda, Snouck Hugronje, sebagai pertahanan subtansi keislaman bangsa Aceh. Pengintegrasian dayah mudah-mudahan mampu memberikan kontribusi membangun kembali peradaaban islam di nusantara dan Aceh. {Tb}.